SEMARANG DALAM KENANGAN "KOPDAR AKBAR HUT GRI ke 7"

Setelah gabung dengan GRI (Goodreads Indonesia) sejak 2010 lewat account resmi web-nya...akhirnya saya bisa mencicipi juga Kopdar Akbar dalam rangka ulang tahunnya yang ketujuh. Pastinya bisa ikutanlah bahkan mengumpulkan massa sendiri :) hihihi karena eh karena Kopdar Akbar tahun ini Semarang yang ketiban hoki jadi Tuan Rumah :D. Tepatnya pada tanggal 7 Juni 2014 lalu, acara ini berlangsung cukup meriah karena semua anggotanya dateng-eh enggak ding- cuma 50an orang yang ikut memeriahkan Kopdar akbar tahun ini, lumayanlah daripada cuma 5 orang :D. Tema HUT GRI kali ini adalah Semarang dalam Kenangan. Kenapa Semarang dalam Kenangan? Karena Semarang tinggal masa lalu..eh bisa dikeplak rame-rame ini hahahhaha... dalam kenangan maksudnya dalam acara kali ini para peserta GRI bakalan diajak berkelililng beberapa spot yang merupakan landmarknya Semarang yang bisa membawa kita semua menjelajah ke masalalu, yaitu kawasan Pecinan dan Kota Lama.

Tay Kak Sie



Gerbang Klenteng Tay Kak Sie
Kapal Cheng Ho



Berkumpul di depan Balai Kota Semarang, yang merupakan starting point, kami menunggu seluruh peserta. Bermodalkan 2 buah shuttle dan 1 buah bus, kami berangkat pada pukul 09.00 menuju persinggahan pertama yaitu  Kelenteng Tay Kak Sie. Disana kami melihat-lihat interior dan eksterior klenteng, jeprat-jepret sendiri maupun rame-rame termasuk berfoto di replika kapal Cheng Ho yang ada di sungai depan Tay Kak Sie, sebelum dibongkar bulan Agustus nanti karena menyebabkan pendangkalan sungai. Setelah puas selfie dan foto rame-rame, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah kertas.




Pukul 11.00 WIB kami meluncur ke tempat pembuatan Rumah Kertas. Rumah Kertas?? Iya rumah kertas...itu lho rumah-rumahan yang biasa dibakar pada saat ada orang Cina yang meninggal. Rumah ini biasa disebut rumah arwah, karena merupakan salah satu cara penghormatan leluhur dalam budaya cina, yaitu kebiasaan yang dilakukan anggota keluarga yang masih hidup untuk berusaha mencukupi kebutuhan anggota keluarga yang sudah meninggal dan membuat mereka berbahagia di akhirat karena mereka percaya adanya kehidupan setelah kematian. Karenanya, mereka menyiapkan seluruh kebutuhan leluhur mereka untuk kehidupan selanjutnya dengan cara mengirim bekal seperti: rumah lengkap dengan perabotan, mobil, baju, uang, makanan, bahkan orang-orangan yang nantinya akan membantu mereka. Pembuatan rumah arwah ini umumnya memakan waktu antara 3-7 hari, hanya untuk kerangkanya saja yang terbuat dari bambu. Sedangkan proses finishing bisa memakan waktu hingga 2 minggu.

Beranjak dari tempat pembuatan rumah kertas, kami lanjut ke tempat pembuatan bong atau lebih dikenal dengan prasasti yang biasa dipakai untuk nisan pada makam-makam cina atau nisan modern.

Ini salah satunya yang bikin melongo:

Masa iya Semarang terkenalnya dengan "Kampung Alfamart" katanya Semarang Pesona Asia jangan-jangan SPA (Semarang Pesona Asia) sudah beralih jadi Semarang Penjaja Alfamart :P



Sebenarnya sebelum menuju Rumah Kopi, kami akan mengunjungi Pabrik Kecap Mirama. Kecap asli Semarang, masih di daerah Pecinan ini juga. Berhubung pemiliknya tidak merespon permintaan kunjungan dari GRI akhirnya gagal deh. Padahal lumayan kalo bisa kesana selain tau sejarahnya kali aja kita ketiban untung dapet kecap gratis sebotol per orang hahhaha ngarep ya.....
Pukul 11.15 kami Lanjut ke Rumah Kopi di Jalan Wot Gandul Barat No.12. Rumah ini merupakan peninggalan leluhur keluarga Tan, salah satu keluarga Tionghoa paling berpengaruh di masa kolonial hingga sekarang. Rumah ini dihuni oleh anak laki-laki keluarga Tan yang memiliki nama Indonesia Basuki Dharmowijono, kakak dari Widjajanti Dharmowijono (Peneliti Representasi Orang Tionghoa dalam Sastra Kolonial sekaligus Ketua Yayasan Widya Mitra Pusat Budaya Indonesia-Belanda), yang akrab dipanggil Ibu Inge. Ibu Inge bercerita banyak tentang sejarah Rumah Kopi ini. Leluhur mereka Tan Tian Tjing merupakan Mayor pertama di Semarang dari etnis Tionghoa pada masa pemerintahan kolonial, untuk menjadi seorang Mayor haruslah seseorang yang memiliki kekayaan yang sangat luar biasa, jadi bisa disimpulkan bahwa Tjing merupakan seseorang yang sangat kaya. Tjing memiliki usaha ekspor kopi ke Singapura yang berlanjut sampai sekarang, meskipun sat ini Rumah Kopi hanya menyuplai kopi untuk cafe-cafe dan restaurant lokal (skala kecil) karena kopi-kopi ini diolah secara manual.Kami diajak masuk kedalam rumah meskipun hanya bagian ruang tamu saja. Dekorasinya atraktif, disebelah kanan..lurus dari pintu masuk terdapat sebuah piano tua yang cukup menarik perhatian :D, dilangit-langitnya berhiaskan candelir yang mengingatkan saya pada dekorasi ruangan di halaman novel-novel historical romance, cantik.



Setelah selesai mendengarkan cerita sejarah dari Ibu Inge, kami diajak melihat “kantoor” tempat pengolahan kopi yang berada di sayap kanan rumah. Memasuki ruangan “kantoor” bau harum kopi yang dibakar menyeruak di udara, hidung kami dimanjakan aroma kopi yang begitu nikmat, mengobati teriknya siang itu. Bergantian dengan peserta lain yang ingin menengok “kantoor” saya dan 3 orang yang lain pindah ke halaman rumah, berteduh dibawah pohon seraya mengambil beberapa foto. Saya dan salah seorang teman saya mencoba mengambil foto loncat, satu kali take saya langsung berhasil mengabadikan moment tersebut. Giliran temen saya yang ngambil(saya yang loncat) sudah diulang hampir 10 kali belum juga berhasil, sampai perut saya sakit dan ternyata tanpa saya sadari sol sepatu rusaknya semakin parah saya baru tau ketika saya pakai jalan kok berat karena bagian sol dan sepatu sudah terbentang jarak yang menganga lebar..saya antara panik dan pengan ketawa geli gara-gara ini. Bertindak cepat, saya melepaskan sol sepatu saya dan tetap memakai sepatu ”tanpa sol” saya menghampiri gerbang yang terbuka dan berjalan menuju indomaret di dekat situ untuk membeli sandal. Selesai mengganti sepatu dengan sandal saya tetap menyimpan sepatu itu, sepatu penuh kenangan yang menemani hari-hari saya ketika berpetualang mulai dari petualangan sembrono di Kuala Lumpur sampai yang terakhir sebelum rusak hari itu saya pakai untuk berpetualang ke Dieng. Selamat tinggal sepatuku sayang :D
Kembali dari indomaret, kami berkumpul untuk berfoto bersama dan berpamitan untuk melanjutkan perjalanan ke barat mencari kitab suci, eh..bukan..bukan.. maksud saya perjalanan menuju spot terakhir, Taman Sri Gunting Kota Lama.  Oiya, sebelum beranjak teman-teman dari luar Semarang memborong Kopi Mirama produk dari Rumah Kopi sebagai oleh-oleh.





Perut sudah melilit, menjerit lapar maklum dari pagi belum sarapan ternyata begitu menengok jam sudah jam 12.30 WIB. Sesampainya di Taman Sri Gunting kami segera melahap jatah nasi kotak yang sudah disiapkan, Ayam Goreng Lombok Idjo dilanjutkan sholat. Setelah break makan siang dan sholat selesai, acara dilanjutkan yang diisi dengan games seru yang berhadiah buku. Dalam games ini salah satu peserta harus memperagakan judul buku dalam gerakan tanpa suara, moderator akan memberikan clue mengenai buku dengan mengatakan ada berapa kata yang harus ditebak atau apakah buku tersebut sudah difilmkan. Kami berlomba-lomba menebak untuk memenangkan buku-buku menarik saya sendiri sudah hampir berhasil menebak lebih dari 4 judul buku sebelum akhirnya dikasih bocoran oleh salah seorang peserta lain supaya saya berhasil mendapat buku. Lalu saya kebagian memperagakan judul novel, waktu itu saya dapet judul “Naked Traveler” ampun deh ini susah banget gambarinnya. Tak habis akal kebetulan hari itu saya pakai kemeja yang tidak saya kancing karena saya masih pakai kaos lagi untuk dalaman, akhirnya saya mencoba untuk seperti membuka kemeja saya disusul mengambil ransel dan untung saja ada yang bisa menebak. Hari itu bener-bener salah satu hari yang paling menggembirakan di awal bulan juni tahun ini. Hari itu saya berhasil membawa pulang 2 buku gratis dari games, salah satunya adalah Novel berbahasa inggris karya John Green. Selesai games dan bagi-bagi buku, kami foto bersama sekali lagi di depan Gereja Blenduk dan menuju Balai Kota kembali ke titik awal pertemuan kami.





Sampai jumpa di perayaan tahun depan kawan...semoga masih diberikan kesempatan untuk kembali bersua.  

No comments for "SEMARANG DALAM KENANGAN "KOPDAR AKBAR HUT GRI ke 7""