Belajar Manajemen Risiko dari Tragedi Kanjuruhan

Genap sepekan Indonesia berduka karena insiden yang terjadi pada sabtu malam minggu lalu (1 Oktober 2022) di Stadion Kanjuruhan Kepanjen Malang. Ratusan korban meninggal dunia tak terelakkan dalam tragedi tersebut. Saling tuduh dan saling menyalahkan tidak menyelesaikan masalah ini justru Indonesia kembali menjadi sorotan dunia. Sorotan yang tidak menyenangkan bahkan kecaman dan hukuman dari FIFA karena hal ini. Hal ini menjadi topik hangat perbincangan baik di rumah, kantor bahkan grup chat.




Pagi itu, 2 Oktober 2022 aku dan suami pergi ke pasar berbelanja kebutuhan dapur sekaligus mencari sarapan. Perjalanan pulang ternyata ban belakang motor kami kempes, mampirlah kami ke SPBU dekat rumah untuk isi angin. Kala menunggu ban diisi angin oleh petugas terdengar sayup-sayup suara pembaca berita yang menyiarkan pertandingan antara Arema dan Persebaya semalam.

Namun ada yang aneh karena sang pembaca berita menyebutkan ratusan korban, tanpa sadar aku maju mendekati televisi di dalam ruangan petugas isi angin. Ternyata pertandingan semalam meninggalkan duka tak hanya untuk keluarga yang ditinggalkan namun kita semua. Sontak aku merinding mendengar jumlah korban tewas saat itu, sedih dan juga marah terasa di hati. Apa pantas sepakbola dibayar dengan nyawa?

Apa yang terjadi?

Malam itu, Malang menjadi tuan rumah pertandingan sepakbola antara Arema dan Persebaya bertempat di Stadion Kanjuruhan Kepanjen Malang. Tuan rumah yang digadang-gadang jadi pemenang nyatanya justru kalah. Rasa marah, kecewa dan malu para loyalis arema yang memicu kejadian tak menyenangkan ini.

Menurut pihak berwenang para supporter yang kecewa ini merangsek ke tengah lapangan untuk melampiaskan rasa kecewa mereka kepada para pemain yang memicu tindakan anarkis dan kerusuhan di stadion.

Suasana chaos semakin tak terkendali tatkala petugas keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribune yang membuat penonton panik berusaha menyelamatkan diri. Ternyata efek gas air mata ini tidak main-main, rasa panas serta perih yang menyengat di mata hingga sesak nafas membuat para penonton berhamburan tak tentu arah. Saling sodok mencari pintu keluar yang ternyata tak kunjung dibuka dan menyebabkan ratusan nyawa melayang karena terdesak dan terinjak-injak penonton yang saling dorong. Sungguh kejadian yang memilukan dan memalukan.

Penyebab




Kapasitas yang Melebihi Aturan

Stadion yang menurut penuturan berbagai pihak hanya mampu menampung 38 ribu penonton diisukan menampung penonton hingga 42 ribu orang. Jauh melebihi kapasitas stadion itu sendiri, padahal sekarang situasi pandemi hanya sedikit membaik. Saya tidak habis pikir apa panitia tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi dengan keputusan sesaat yang berdampak panjang ke depannya? Apalagi acara diadakan malam hari yang membuat peluang kerusuhan semakin besar.

Ini masih pandemi lho, harusnya sosial distancing masih tetap diberlakukan. Jadi memaksimalkan daya tampung stadion sudah salah dari awal karena tidak sesuai dengan aturan pandemi yang ada.

SOP

SOP keselamatan dalam gedung tidak diperhatikan, yang berujung pada jatuhnya korban jiwa. Evakuasi penonton yang panik karena tembakan gas air mata gagal karena pintu-pintu tidak segera dibuka. Petugas pengamananpun kalah jumlah dengan penonton yang ada di stadion. Otomatis proses evakuasi tidak bisa berjalan maksimal.

Apalagi penyelenggaraan pertandingan sepakbola di Indonesia memiliki SOP yang berbeda-beda di setiap stadion. Sebaiknya ke depannya nanti Indonesia bisa mengadopsi SOP yang telah dilakukan di level internasional. Mulai dari penyelenggara, keamanan, official pemain dan yang tak kalah penting adalah supporter.

Gas Air Mata

Tembakan gas air mata yang diarahkan ke tribune dimana ada lebih banyak penonton adalah kesalahan fatal yang berujung pada tragedi. Hal ini membuat penonton panik berusaha menyelamatkan diri karena efek gas air mata ini tidak main-main, rasa panas serta perih yang menyengat di mata hingga sesak nafas membuat para penonton berhamburan tak tentu arah. Saling sodok mencari pintu keluar yang ternyata tak kunjung dibuka dan menyebabkan ratusan nyawa melayang karena terdesak dan terinjak-injak penonton yang saling dorong. Sungguh kejadian yang memilukan dan memalukan.

Supporter Masuk Lapangan

Kejadian Kanjuruhan menjadi tamparan keras yang menyadarkan kita semua bahwa jangan sampai supporter masuk lapangan karena imbasnya sangat besar terutama bagi keselamatan para supporter sendiri. Edukasi supporter untuk bertindak lebih bijaksana diperlukan.

Ada Solusi?

Dari kejadian ini ada satu hal yang perlu digaris bawahi yaitu setiap hal memiliki risiko karenanya penting untuk mempelajari Manajemen Risiko. Setidaknya kita bisa mengantisipasi banyak hal sebelum hal itu terjadi dengan menyiapkan berbagai rencana cadangan atau solusi. Nah berdasarkan diskusi seru bersama Pak Bos tersayang yang kepakarannya tentang Manajemen Risiko Konstruksi dan juga kolega yang baru saja mengikuti Pelatihan K3 Keselamatan Gedung ada beberapa hal yang bisa dilakukan dari insiden Kanjuruhan ini. Lantas apa saja yang bisa dilakukan? Simak ya..




Bahkan di akhir diskusi kami sependapat mungkin pertandingan tanpa penonton bisa dicoba sebagai bahan studi kasus. Perbandingan risiko pertandingan dengan dan tanpa penonton. Semoga tragedi Kanjuruhan menjadi kejadian nahas terakhir dalam sejarah sepakbola kita. Tanpa mengurangi rasa hormat, ijinkan saya untuk mengucapkan belasungkawa dan bersedih atas peristiwa yang telah terjadi sepekan yang lalu. Semoga para kurban mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan seta kelapangan dada untuk mengikhlaskan keluarga yang telah pergi aamiin.


No comments for "Belajar Manajemen Risiko dari Tragedi Kanjuruhan"